WELCOME

HALLO... ENJOY THE DAY ^^ ENJOY THE MEDICAL with Katolik Comunity n_n

Friday, November 9, 2012

KERACUNAN OBAT


KERACUNAN OBAT
1. Pendahuluan
            Di beberapa negara, khususnya dengan perekonomian menegah keatas dan pelayanan medis yang relatif canggih mencampur racun dengan obat-obatan adalah hal biasa. Di banyak negara, mencampur racun dengan obat untuk  alasan mengatasi kematian akibat jenis racun tipe lain, misalnya pada kasus bunuh diri dan keracunan.
            Ini terjadi karena mudahnya mendapatkan zat-zat tersebut, diperoleh dari resep dokter atau atas permintaan dari apotik lain. Dengan adanya pelayanan kesehatan dari pemerintah memberikan harga yang murah kepada pembeli atau gratis sehingga memberikan kesempatan  untuk meracuni diri sendiri,merusak diri sendiri, atau infeksi pencernaan yang bisa terjadi pada anak. Persediaan obat-obatan yang banyak memudahkan masyarakat untuk mendapatkannya.
            Meskipun hanya sedikit koban keracunan obat yang tidak dapat disembuhkan tetapi jumlah kematian lumayan banyak, hal ini berdasarkan penelitian dan ahli forensik. Penyelidikan autopsi dari keracunan obat merupakan hal yang sulit karena beberapa alasan :
  1. sifat alami bahannya tidak diketahui/tidak dikenal
  2. mungkin ada lebih dari satu bahan-bahan yang terlibat
  3. mungkin ada keterlambatan antara proses pencernaan dan kematian  yang menyebabkan konsentrasi darah, urin, dan jaringan berkurang secara fatal , keracunan atau di level terapi
  4. kesimpulan  yang sulit dibuat karena keterbatasan fasilitas
  5. informasi tentang tingkat bahayanya sulit didapatkan
  6. kebanyakan keracunan obat tidak ditemukan tanda khas saat autopsi, sehingga diagnosis tergantung dari penemuan laboratorium
  7. perubahan setelah mati membuat kesimpulan menjadi sulit , tidak akurat dan mustahil
  8. kematian yang tertunda setelah pengambilan zat, tidak mungkin dapat dipulihkan dari perut (yang telah kosong) atau dari usus halus.
  9. bahan yang alami mungkin dimetabolisme dengan cepat menjadi  satu atau lebih produksi yang diuraikan, sehingga menambah sulit identifikasi dan kesimpulan
2. Hasil Autopsi
      Tidak adanya tanda khas dari hasil autopsi  seringkali membuat ahli forensik bingung kecuali ada kecurigaan telah meminum obat atau racun yang bisa diambil untuk penyelidikan.
      Jika tidak ditemukan kelainan morfologi dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan toksikologi, yang mana di beberapa  pengadilan menjadi sulit atau sangat mahal.
      Obat-obatan yang baik adalah mudah dicerna dan tidak mengiritasi jaringan dan saluran pencernaan. Kebanyakan dalam praktek forensik dipilih oral, dan baik untuk efek farmakologis dari organ dan jaringan sasaran yang tidak mengiritasi / merusak saluran pencernaan.
      Obat-obatan bisa menyebabkan kematian dengan cara yang paling sering adalah gagal jantung, dan yang ke dua menekan SSP. Cara kematian tersebut hanya perubahan tidak spesifik yang ditemukan pada autopsi, biasanya bukan alasan dasar untuk kematian. Kegagalan jantung akut, edema paru, kadang-kadang edem otak, patekie pada membran serosa tidak satupun hal diatas digunakan oleh ahli forensik, yang lebih mempercayai hasil analisis toksikologi untuk jawaban pasti.
         Ada beberapa jenis pengobatan yang meskipun bukan penyebab kelainan  dapat membantu hasil autopsi, seperti pecahnya membran echimosis  yang terlihat pada keracunan aspirin . hal ini bagaimanapun tidak bisa diterima sebagai penyebab kematian, kecuali ada bukti nyata dan ditemukan sisa-sisa tablet yang tidak habis dicerna dalam perut.

HASIL TES LABORATORIUM

Penelitian menunjukkan bahwa keracunan merupakan kolaborasi antara patologis dan toksikologis. Autopsi mengevaluasi ada tidaknya trauma atau penyakit yang mendasari. Laboratorium toksikologi menunjukkan hasil yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang diartikan dengan menyediakan dosis terapetik toksik dan fatal pada berbagai cairan tubuh dan jaringan sewaktu post-ingestion, metabolisme dan lainnya. Kemudian patologis menghubungkan informasi tersebut dengan temuan sewaktu autopsi. Masalah timbul ketikan informasi tentang obat (terutama bila kadar toksiknya rendah) tidak lengkap dalam hal kadar toksik dalam darah dan jaringan karena paruh waktu post-ingesti menyebabkan kadar letal sama dengan dosis terapetik atau bahkan lebih rendah. Makalah ini akan menjelaskan mengenai kadar letal obat, yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Perkiraan range sering lebar dan masalah berkisar antara dosis yang tidak pasti, kadar post-ingesti, dan variasi biologis individu yang luas menyebabkan tidak mungkin untuk membentuk dosis yang tepat antara terapi, toksik dan fatal.
Bila mungkin, analisis toksikologi diperlukan untuk setiap kasus, namun bila tidak bisa, data san material yang selalu diperbaharui oleh forensik dan toksikologi dapat membantu. Berikut beberapa obat yang sering dipakai dalam bunuh diri dan keracunan.


ANALGESIK
ASPIRIN ( ACETYL SALICYLIC ) AND SALICYLATES

            Aspirin merupakan obat yang mempunyai efek terapi yang luas seperti meliputi analgesik, antipiretik dan anti inflamasi. Dahulu aspirin dikenal sebagai agen atau obat yang menimbulkan efek racun bagi dirinya dimana berbahaya bagi anak dan berefek racun juga pada orang dewasa. Di Inggris, dua dekade belakang ini penggunaan aspirin sebagai agen yang berefek racun bagi dirinya menurun secara luar biasa, jadi sekarang penggunaannya jarang digunakan.
            Dosis Terapi aspirin yang biasa digunakan sebesar 325-975 mg yaitu sekitar 1-3 tablet. Pada orang yang alergi terhadap aspirin, jarang ditemui menimbulkan efek sakit atau bahkan meninggal setelah pemakaian obat dengan dosis terapi. Jarang juga dijumpai menimbulkan urtikaria, edema angioneurotik, hipotensi, gangguan vasomotor, edem laring dan edem glotis.
            Pasien dengan penggunaan salisilat jangka panjang untuk penyakit arthritis atau rheumatic, yang biasa menggunakan obat ini sebanyak 3-5 g/hari, secara perlahan dapat mencapai konsentrasi dalam darahnya, dimana pada batas tertentu dapat mengakibatkan overdosis yang menimbulkan kematian. Pada orang yang mengkonsumsi salisilat 3g/hari, tingkat obat dalam darah bervariasi antara 44 dan 330 mg/l.
            Selain kematian yang disebabkan karena hipersensitivitas, kematian tidak terjadi pada orang dewasa yang memakai aspirin kurang dari 50 tablet, yaitu sekitar 16g. Konsentrasi dalam darah ( diukur sebagai total salisilat ) dari dosis obat 975mg, mempunyai jarak berkisar antara 30 – 100mg/l ( dengan rata-rata 77 ) 2 jam setelah pemakaian. Selanjutnya terjadi penurunan sekiar 25mg/l 8 jam kemudian.
            Pada saat autopsi, aspirin merupakan salah satu obat yang dapat menimbulkan ketidaknormalan walau tidak terlihat secara spesifik. Kelainan secara fisik tidak ditemukan kecuali mual dominan menjadi efek akibat pemakaian aspirin dan bila penggunaan lama dapat menimbulkan efek lambung tererosi mengakibatkan lambung berdarah dan terkadang menimbulkan muntah yang berwarna merah kehitaman. Manifestasi perdarahan yang tampak di kulit berupa petekiae jarang terjadi.
            Walau secara external tidak tampak gejala, namun secara internal, di dalam perut masih tampak sisa dari tablet yang tidak terserap. Ini cenderung untuk menghilang dan menyatu berwarna abu-abu / kumpulan masa putih yang kotor terbentuk dari sisa tablet yang banyak. Mukosa lambung teriritasi akibat asam yang dihasilkan dan mengerosinya. Lambung tererosi dan teriritasi meluas dan dapat menyebar melewati fundus sampai kardia. Lesi pada erosi akut berupa titik, namun lama-lama dapat menyebabkan perdarahan dalam jumlah yang banyak. Perubahan darah menjadi hitam dapat terjadi didalam lambung dan mengalir melewati usus dan bila bertahan lebih lama dapat menyebabkan terjadinya melena. Petekiae mukosa dan ekimosis di perut tanpa ada destruksi yang mengerosi lambung, secara aktual merupakan bagian dari perdarahan akibat antikoagulan dari aspirin. Petekiae dapat menyebar ke membran serosa yang merupakan bagian dari pleura parietal dan epicardium. Walaupun tablet dengan dosis kecil atau tunggal, namun juga masih dapat menyebabkan luka berupa ulkus kecil bila tablet tersebut melekat pada lambung. Ketika autopsi hal ini dapat terlihat, tapi bukan kasus keracunan, dan terlihat adanya bagian tablet yang tersisa sebelum dia meninggal.
            Pemeriksaan Toksikologi setelah meninggal, mengambil contoh dari darah, urine, isi lambung dan liver. Bagian tablet dari aspirin dapat ditemukan dengan adanya sisa tablet tersebut yang dimakan sebelum korban meninggal. Bagian ini merupakan bagian yang lambat diserap. Itulah sebabnya mengetahui apa yang terdapat didalam lambung penting sehingga bila terjadi pada korban hidup, segera mungkin sisa aspirin tersebut dikeluarkan dari lambung dengan segera sebelum menimbulkan efek pada seluruh tubuhnya. Dengan adanya aspirin yang dapat larut atau preparat effervesent, menyebabkan tidak ada bagian atau sisa tablet lagi yang tersisa di lambung. Pada saat autopsi, bagian dari sisa tablet dipakai sebagai bukti dan analisis. Dilakukan dengan tes adakah bagian yang tertinggal baik di dalam/luar yang cepat diambil. Saat autopsi, untuk menyakinkan apakah sisa tablet itu merupakan aspirin, maka dilakukan dengan bantuan bahan kimia berupa larutan feri-chlorida yang dilarutkan dengan sedikit urine dari korban. Bila muncul warna ungu kebiruan berarti itu benar aspirin. Tes ini tidak spesifik tapi sensitif. Jika negatif, bukan tidak mungkin itu adalah aspirin. Tes ini hanya sebagai skreening cepat dan bukan berasal dari analisis laboratorium.
            Batas racun dalam darah ( dihitung dari total salisilat yang ada ) berkisar antara 300 – 500 mg/l. Bila kadar berada dibawah atau atas kadar yang ada maka dapat menyebabkan kematian atau malah dapat bertahan hidup. Konsentrasi dalam darah yang beresiko sangat fatal berkisar antara 60 – 750mg/l, beberapa ahli mengatakan batas rata-rata dengan level minimum sekitar 500 mg/l. Konsentrasi yang menyebabkan liver menjadi rusak berkisar dari 2,5 – 1000mg/l , dimana tingkat ini tergantung dari kemampuan bertahan hidupnya.
            Kadar salisilat dalam darah lambat diserap, sekitar ½ sampai 1 hari sampai mencapai dosis yang sesuai.
            Racun aspirin sangat berbahaya dan berpotensi dalam menimbulkan kematian jantung yang secara mendadak. Hal ini menyebabkan pasien meninggal ketika dibawa ke rumah sakit, karena timbulnya cepat dan tanpa gejala. Walau tanpa gejala, namun menyebabkan pembuluh darah menjadi kollaps, dan tanpa disadari ini berlangsung terus-menerus sehingga jantung menjadi lemah dengan gambaran aritmia, yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan berhentinya kerja jantung. Mengingat akan terjadi hal ini maka pasien pengguna aspirin harus selalu di amati sehingga hal tersebut tidak terjadi.

PARASETAMOL

Parasetamol dikenal juga dengan nama asetaminofen, N-Asetil-P-aminofel, atau 4-hidroxyasetanolid. Obat ini bersifat sebagai analgesik dan antipiretik, namun tidak memiliki sifat antiinflamasi aspirin, sehingga dipergunakan sebagai alternatif oleh karena hanya menyebabkan iritasi lambung ringan.
Bila kombinasi dengan obat lainnya, seperti kodein dan dextropropoxifen, parasetamol menjadi racun bagi tubuh. Dosis terapetik parasetamol maksimal adalah 500 mg, dosis tunggal 20gram atau lebih dapat berbahaya, namun dosis lebih rendah dapat berbahaya biladikombinasikan dengan propoksifen. Parasetamol merupakan racun yang poten bagi hati karena dapat diliputi enzim hati P450 (mikrosomal mixed function oxidase) membentuk racun yang disebut N-asetil-p-benzokuinon. Normalnya, glutation dan sulfidril lainnya menetralkan substansi ini, tetapi parasetamol overdosisi, substansi tersebut menjadi jenuh sehingga terbentuk toksik yang menyebabkakn nekrosis hepatik sentrilobular. Selain itu, alkoholisme kronik dan penggunaan obat epilepsi seperti fenobarbiturat atau fenitoin mengaktifkan enzim P450 dan memperburuk toksisitas hati.
Tidak ada yang spesifik ditemukan sewaktu otopsi sistem gastrointestinal. Pada overdosis masif, sebagai besar kematian disebabkan gagal hati setelah 2-4 hari, hati dapat membesar, tetapi beratnya dibawah berat normal 1500 gram. Sebagai kecil kematian disebabkan depresi terhadap sistem saraf pusat. Hati dapat berwarna kuning pucat atau coklat atau kerusakan hanya dapat dilihat secara histologis, dimana terlihat nekrosis sentrilobular terkadang terlihat kerusakan serat miokard.
Menurut analisis, dosis terapetik 324 mg dalam kosentrasi plasma setelah 6 jam sekitar 2-6 mg/l namun sebagai menunjukkan peningkatan hingga 25mg/l. Waktu paruh plasma dipergunakan sebagai petunjuk proses hepatotoksis, sangat bahaya bila paruh plasma 300mg/l setelah ingesti 4 jam. Kadar dalam darah 100-400mg/l dengan rata-rata 250mg/l setelah konsumsi 10-15 gram disebut overdosis. Urin dapat mengandung 150-800mg/l, tapi kadar tersebut tergantung dosis dan waktu paruh.
Kombinasi dengan obat lain , terutama dextropropoxifen dan alkohol mengurangi kadar yang diperlukan untuk keadaan fatal.

OBAT ANTI DEPRESAN

            Antidepresan trisiklik biasanya dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi pasien yang menggunakannya karena memiliki efek racun terhadap dirinya sendiri. Amitriptilin, dothiepin, doxepin dan trimipramine selain sebagai antidepresan juga memiliki efek sedasi sedangkan dengan kadar sedikit atau tidak terdapat efek sedasi seperti protriptyline, nortriptyline, imipramine, domiprimine, iprindole, lofepramine dan butriptiline.
            Antidepresan tetrasiklik termasuk maprotiline dan mianserin. Tipe lain seperti penghambat Monoamine Oxide yang diketahui memiliki hubungan yang bila digunakan bersama-sama dengan obat lain dan makanan, terutama yang memiliki efek simpatomimetik dan yang mengandung tyramine seperti kaya akan keju, ekstrak ragi, anggur merah dan kacang. Hipertensi yang berbahaya mungkin terjadi dengan resiko perdarahan cerebrovaskular. Obat yang digunakan termasuk phenoxypropazine, tranylcypromine, isocarboxazid dan phenelzine.

BENZODIAZEPIN

Secara luas dipakai sebagai obat-obatan untuk ketegangan dan efek tranquilizer. Dengan perbandingan  1:4 dan 1:5 benzodiazepin. Tersedia dalam kerja yang ‘short acting’, ‘intermediate acting’, dang ‘long acting’.
            Yang termasuk benzodiazepin ‘long acting’ : flurazepam, nitrazepam, diazepam, ketozalam, chlordiazepoksid, clobazam,chlorazepate, medazepam dan alprazolam.
Yang termasuk benzodiazepin ‘intermediate acting’ : loprazolam, lormetazepam, temazepam, flunitrazepam, lorazepam, bromazepam dan oxazepam. Benzodiazepin yang ‘short acting’ adalah triazolam.


FENOTIAZID
Kelompok fenotiazid yang bersifat sebagai trangulizer diantaranya: haloperidol (butirifenon), klormetiazole, klorpromazin, flufenazin, difenilbutirilpiperidin, promazine, trifluoperazin dan proklorperazin.
            Pada autopsi adanya tanda-tanda keracunan obat ini tidak spesifik dan toksikologi dapat membantu pemecahan masalah diagnosis bila kematian terjadi tidak lama setelah konsumsi obat ini, bila tidak bisa, penelitian riwayat antemortem dapat membantu pemecahan masalah.

BARBITURAT
Masalah utama dari penentuan dosis terapetik pada negara maju selama 20 tahun ini, sehingga hanya dipergunakan bila merupakan indikasi.
Berikut tabel menunjukkan konsentrasi fatal dari tiga benzodiazepin (mg/l atau mg/kg)

DARAH
URIN
HATI
Klordiazepoksid
>20
8
10-50
Diazepam
5-18
?
>3
Nitrazepam
5-9
1-10
0,7-4

Berikut tabel menunjukkan konsentrasi fatal dari dua jenis fenotiazid (mg/l atau mg/kg)

DARAH
URIN
HATI
Klormetiazol
8-170
5-114
42-190
Mean
50
43
94
Klorpromazin
0,8-27
1,2
84
Mean
5
-
-

Penggunaannya sebagai obat tidur dan agen sedatif diselewengkan, sehingga suatu waktu mejadi agen yang menyebabkan kecanduan. Kemajuan hipnotik non barbiturat seperti benzodiazepin membantu menyingkirkan kebutuhan akan komposisi yang lebih berbahaya. Sialnya, barbiturat masih tersedia secara luas secara pasaran baik sendiri ataupun dikombinasi dengan substansi lainnya seperti amfetamin.
Barbiturat terdapat dalam berbagai bentuk, klasifikasi terbaik (dimana berhubungan dengan derajat toksisitas), diantaranya:
1.      Barbiturat kerja lama : barbiton, fenobarbiton dan fenitoin, dimana masih dipergunakan untuk epilepsi.
2.      Barbiturat kerja sedang : amilobarbiton, sodium amital, pentobarbiton, alobarbiton, butobarbiton dan pentobarbiton.
3.      Barbiturat kerja singkat : haksobarbiton, siklobarbiton, sekobarbital dan tiopenton.
Kadar dalam darah yang rendah ditemukan pada keracunan yang fatal pada kelompok kerja singta dimana kematian terjadi cepat karena depresi pada pengatur pernafasan di pusat. Menurut penelitian, kematian terjadi 20 menit setelah overdosis ‘seconal’.
Pada autopsi, tanda kegagalan kardiorespiratrius, dimana menunjukkan sianosis, tanda-tanda bendungan. Walaupun tidak spesifik, kemungkinan paru-paru yang kongestif pada keracunan barbiturat akut sangat fatal dibandingkan kondisi lainnya. Organ ini hampir semuanya berwarna hitam dan sistem vena keseluruhan dipenuhi darah deoksigenasi yang berwarna hitam. Dapat ditemukan bister barbiturat pada daerah kulit yang tertekan terutama pantat, punggung dan lengan bawah,. Blister ini dapat juga ditemukan pada pasien yang koma.
Dapat ditemukan tanda-tanda setempat dari erosi oleh obat tersebut. Mukosa gaster dapat rusak oleh karena alkali dari obat seperti sodium amital dimana merupakan garam sodium dari asam organik lemah yang mengalami hidrolisis di dalam lambung. Fundus dapat menipis, granular dan hemoragis. Kardia dan esofagus bagian bawah dapat terkena dikarenakan refluks dan bila mengalami regurgitasi, darah yang berwarna hitam dapat muncul pada mulut dan hidung.
Barbiturat tertentu dapat menunjukkan tanda karakterisitik tertentu di mulut, esofagus dan lambung. Warnanya bervariasi pada setiap obat-obatan, tetapi warna biru-tua dari kapul sodium amital dapat mewarnai lambung dan bahkan dapat terlihat pada dinding usus saat abdomen dibuka. Kapsul pigmentasi gelatin lainnya dapat berwarna merah, kuning atau biru. Seperti obat lainnya, konsumsi dengan alkohol memperburuk tingat kefatalannya.

KERACUNAN INSULIN
           
Kematian disebabkan penggunaan insulin secara parenteral tidak sering terjadi. Kasus Beverley Allitt di Inggris beberapa tahun yang lalu menunjukkan bahwa kematian disebabkan banyak hal, terutama bila staf medis menaruh perhatian khusus, berikut juga pada orang dengan kemungkinan mengidap diabetes dimana dapat berhubungan dengan penggunaan insulin.
            Keracunan insulin yang fatal dapat terjadi karena kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Kecelakaan disebabkan kesalahan medis, terutama sikarenakan salah membaca label kotak atau ampul.
Berikut tabel menunjukkan konsentrasi fatal dari barbiturat (mg/l atau mg/kg)

DARAH
URIN
HATI
Fenobarbiton
4-120
38-138
-
Mean
120
-
-
Amilobarbiton
9-71
210
300-400
Mean
25
-
-
Sekobarbiton atau quinal barbiton
5-50
-
-
Mean
17
-
-

            Bunuh diri dengan insulin jarang terjadi. Insulin tidak aktif bila diberikan secara oral sehingga diberikan secara parenteral untuk berefek hipoglikemi. Pada autopsi, selain mencari tanda-tanda tusukan jarum, harus diabil sampel darah tepi, dan kulit dan jaringan dimana dilakukan injeksi.
            Jarum yang digunakan pada pasien diabetes dapat tidak memperlihatan tanda-tanda kecuali bila merusak pembuluh darah kecil.
            Pada pemeriksaan laboratorium, serum harus dipisahkan dari sel darah merah dan diawetkan dalam pengiriman ke ahli analisis. Sampel kulit dan jaringan harus dibekukan atau disimpan di lemari es.
Insulin dari hewan dapat dideteksi kecuali insulin yang dipakai berasal dari manusia. Pemeriksaannya dengan menggunakan Immunoassay, pengukuran C-peptid membantu membedakan insulin yang berasal dari dalam atau luar tubuh.
            Untuk menunjukkan adanya insulin yang menyebabkan hipoglikemi dengan mengukur kadar gula darah pada post-mortem tidak pasti karena tidak pasti kapan kematian terjadi.
Kadar glukosa pada caran vitreus yang rendah kuat menunjukkan adanya hipoglikemi, tetapi tidak absolut diterima.

No comments:

Post a Comment